![]() |
Curug Rambukasang, Dukuh Gerogol, Desa Ciseureuh, Ketanggungan Selatan. |
Elokk...nyaa...tenganga diriku melihat koleksi foto kawan-kawan di Instagram. Jiwa mbolang kian bergejolak kala mereka bilang letaknya nun jauh di sono. Di sono mana? Kecamatan tetangga, juga! Hee...hee....Makin dibilang medannya berat, makin penasaran diriku. Akhirnya berbekal informasi seadanya beserta lingkungan yang menaungi. Minggu, 27 Maret 2016, aku beserta beberapa kawan, cus....
Dari pertigaan kantor Pegadaian Ketanggungan yang terletak di pusaran keramaian pasar, belok selatan yach. Terus...dan terus...sampai tujuan, pertahankan arah selatanmu. Begitulah info yang kukantongi, Kawan. Amat menyesatkan, bukan?
Hijaunya alam, adalah sambutan yang menyejukkan, selepas sebuah Bank yang terletak dipinggir hutan Desa Baros. Pandanganku termanjakan oleh indah panorama sepanjang jalan. Hijau yang mengular ini, benarkah masih wilayah Brebes? Ckck...ck...elok nia. Kian jauh, kian terasa pesonanya. Meski jalan tak melulu beraspal, becek-becek dikit tak mengapalah, anggap saja menguatkan aura bahwa diriku kian menjauh dari hiruk pikuk kota.
Memasuki pemukiman warga Desa Cikeusal sampai Sindangjaya, boleh dibilang aman terkendali, 80 % jalanan mulus. Mulai mengarah Desa Ciseureuh, prosentase jalan mulus dan berkerikil kian seimbang, jangan terlalu ngebut, nanti sakit perut. Dinikmati saja ya, pertahankan smile emoticon di rupawan parasmu.
Nach sekitar 1 jam lebih sedikit dari pusat kota Ketanggungan, ujian sebenarnya dimulai. Aha...aha...pilih dech emoticon raut tegangmu. Karena kali ini medan berbatu menyapamu. Dimana motor geal-geol, gecal-gecol, bahasa metropolitannya seras goyang dangdut sendiri. Kapan itu? Selang 3 menitan setelah melewati Masjid besar Desa Ciseureuh. Jalanan akan mulai tunjukan seringainya.
Kawan bacalah Basmallah, kuatkan mental petualanganmu, lalu wus...melajulah dengan melafalkan Ayat Kursi, Surat An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas. Surat apa sajalah yang kawan hafal, Inshaa Allah selamat sampai tujuan. Aamiin....
Jarak tempuh gelombang bebatuan berpadu tanjakan dan turunan yang mensirnakan manis rautmu, kurang lebih berdurasi 40 menitan, tergantung keahlianmu menyetir. Prinsip 'pelan asal selamat' berlaku benar, kali ini. Semboyan para Mbah yang terus masyhur hingga kini. By the way, mau ke mana ini? Pertigaan desa.
Pilih kiri yach kawan, bila menjumpai rambu lalu lintas di atas. Terletak persis diujung pertigaan pertama yang kamu temui setelah perjuangan panjang, cukup meletihkan fisik dan mental. Pohon tersebut tumbuh kokoh di halaman depan sebuah bengkel.
Sebetulnya sich sekian ratus meter sebelum pertigaan tersebut, kondisi jalan amat bersahabat. Beraspal mulus...luss...sesudahnya? Tetap mulus. Kalau turunan dan tanjakan? Ya tetaplah, namanya juga daerah perbukitan.
Sekarang waktunya melaju cepat, selagi motor tak lagi joget dangdut. Terus meluncur hingga kau temui SD Negeri 2 Ciseureuh. Rambunya?...Kalau kawan temui bangunan sekolah, kiri jalan. Lalu luruslah sedikit, pas pertigaan, angkat kepalamu! Tengak-tengoklah rumah warga yang bisa dijadikan tempat parkir. Tenang kawan, warga di sini baik-baik. Tidak akan memungut biaya atas jasa mereka, dijamin gratis...tis....
Langkah selanjutnya yang wajib dipatuhi adalah mencari guide. Lebih tepatnya meminta tolong salah satu pemuda desa untuk mengantarmu ke curug. Asli, jalurnya membingungkan, sama sekali tidak ada petunjuk jalan. Serombongan anak muda setelahku pulang balik tanpa tahu keberadaan curug. Sekedar memuaskan diri mandi di sungai, pelipur putus harapan.
Nich saran juga, kalau kawan sampai di tempat itu masih jam 11 siang atau kurang, ada baiknya singgahi dulu Kampung Wisata Jalawastu. Karena selain hanya berjarak 5-10 menitan, jalurnya juga mulus. Tanya saja penduduk lokal. Hey, heyy...curugnya dimana nich? Sabar...ini dia, taramm....
Inilah jalur utama menuju curug yang eloknya bikin mata berkejap-kejap, tiap kali memandang eksotisnya di Instagram. Nggak salah tuch, naik turun bukit dengan berjalan kaki? Hemm...memang semalam kau mimpi apa? Jangan ngeluh, Kawan. Jangan banyak cakap pula, siapkan saja perbekalan yang cukup, makanan atau cemilan, juga air mineral. Itu sangat membantu untuk jaga staminamu saat pulang dari pendakian.
Tak kalah penting, siapkan sandal gunung jika tak ingin bertelanjang kaki di medan ini. Jepit? Boleh...tapi aku tidak menganjurkan, nanti sesekali akan menemui medan licin lho. Kurang cocok model itu.
Nggak pakai lama (GPL), yuk cus...beberapa menit setelah melewati perkebunan warga, kamu akan memasuki hutan. Don't cemas yach, nggak terlalu lebat kok. Terang matahari masih benderang menyelusup disela pepohonan.
Kawan, aliran sungai seperti itu yang pertama kita jumpai. Kalau dipandang dari atas sich bikin was-was, kayaknya licin itu. Eh ternyata tidak, santai sajalah, sekedar perlu jaga keseimbangan agar jangan sampai terjebur, saat melangkah atau melompat kecil mencari pijakan.
Perjalanan berlanjut menaiki badan bukit, kali ini agak remang, tak ada petunjuk jalan seperti yang kuperingatkan sebelumnya, jadi jangan sampai tertinggal dari rombongan di depanmu. Selang 5-10 menit kemudian ketemu dech...Curug? Sungai ke-2, Say, hii...hii...terkecoh.
Heyy...lihatlah kedalamannya, serasa langsung pengin terjun. Pasti segerr...Eits! Tunggu dulu, mandinya pas putar balik saja. Mari kembali menaiki bukit, menyusuri hutan. Bagian ini terang kawan, dan lihatlah bukit sebelah!
Wahh...nyes di mata dan sanubari ya? Fokus...fokus, jaga langkahmu untuk menuruni bukit, ekstra hati-hati, kali ini. Selain jalan setapaknya menurun, tertutup semak belukar pula. Tanahnya juga rawan longsor, jadi please, redam hasratmu untuk segera sampai ke curug. Karena di sini, jurus ngesot pun, sesekali tak terelakan.
Memang suara gemuruh air terjun amat memompa semangat, apalagi penampakannya mulai menyembul dari balik pepohonan. Wow!...itu kata yang terus meloncat dari benak, hingga kian sulit bagimu untuk mengontrol kecepatan kaki. Namun sekali lagi perhatikan langkahmu, jangan sampai tergelincir. Bersiaplah akan uji nyali selanjutnya.
![]() |
Meski tegang, jaga senyummu yach. |
Itulah yang harus kamu lakukan, turun dengan bantuan tali untuk mencapai pijakan berikutnya. Ketinggian sich kurang dari semeter, tapi pijakan itu berupa batu yang lumayan licin. Cari aman saja, pakai tali. Kalau nggak bawa? Sebelum OTW ingat-ingat kata 'TALI', bold and underline di otak ya, Say.
Inilah pijakan yang aku maksud, hanya sepetak tanah berdaya tampung 2 orang. Puaskan selfie-mu secara bergantian yach. Khan sempit, otomatis tak akan bisa leluasa bergerak. Berposelah sekehendak hati, ditanggung tak akan kena tilang, tapi berempatilah pada jumlah antrian.
Setelah puas, coba tengok ke bawah, yakin masih ingin turun ke curug? Dituntut keahlian dalam melompati badan batu yang super besuarrr...yang hanya menyisakan lipatan kecil untuk tumpuan kakimu. Mudah saja bagi penduduk lokal, tapi dirimu?
Akhir jumpa, alangkah baiknya membiasakan diri berjalan sehat di pagi hari, sebelum memutuskan merambah daerah ini. Stamina yang fit akan membuatmu leluasa menikmati salah satu maha karya-Nya. Yuk tonton video di bawah, kupersembahkan khusus buatmu pecinta keindahan. Dan jika Tuhan Maha indah, belajar indahkan pula dirimu.
0 komentar:
Posting Komentar